Upaya pengakuan Hutan Adat di Kabupaten Sanggau terus menunjukkan progres positif melalui program “Percepatan Penetapan 3 Unit Hutan Adat Prioritas”. Inisiatif ini dijalankan oleh Bentang Kalimantan Tangguh (BKT) dengan dukungan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) melalui skema TERRA for Customary Forest (TERRA-CF).
Program yang berlangsung sejak April 2024 hingga April 2025 ini menargetkan percepatan pengakuan Hutan Adat (HA) untuk tiga komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA), yaitu: Dayak Sisang, Iban Sebaruk, dan Benua Jongkakng Tobuas. Ketiganya selama ini menghadapi hambatan administratif dan teknis dalam mengakses skema Perhutanan Sosial.
Tujuan dan Strategi Program
Program ini memiliki dua sasaran utama:
-
Mempercepat proses legalisasi Hutan Adat
-
Membangun kapasitas komunitas dalam menyusun Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS)
Sebanyak 11 kegiatan kunci telah berhasil diimplementasikan, meliputi:
-
Lokakarya Free Prior Informed Consent (FPIC)
-
Forum konsolidasi lintas pemangku kepentingan
-
Revitalisasi lembaga adat
-
Pendampingan teknis
-
Penyusunan dan penyerahan dokumen RKPS
Kolaborasi Lintas Pihak
Proses implementasi melibatkan berbagai pemangku kepentingan:
-
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
-
Pemerintah daerah
-
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
-
Perwakilan perempuan dan pemuda komunitas
Capaian program menunjukkan partisipasi aktif dari komunitas, yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Keterlibatan kelompok-kelompok lokal ini memperkuat legitimasi proses dari bawah ke atas.
Tantangan dan Pembelajaran
Meski dihadapkan pada tantangan seperti keterbatasan kapasitas teknis lokal dan dinamika koordinasi antarlembaga, pendekatan kolaboratif dalam program ini terbukti efektif. Selain mencapai target administratif, program ini menjadi ruang pembelajaran kolektif mengenai:
-
Tata kelola hutan yang berbasis hak
-
Prinsip keadilan ekologis
-
Konservasi yang dipimpin langsung oleh komunitas
Menuju Replikasi dan Penguatan Hak Wilayah Adat
Keberhasilan program ini membuka peluang untuk direplikasi di wilayah lain di Kalimantan maupun daerah lainnya di Indonesia. Pengalaman di Kabupaten Sanggau menjadi model kolaboratif dalam pengakuan hak atas wilayah adat, sekaligus menjadi pijakan penting untuk memperkuat peran masyarakat adat dalam konservasi hutan dan keberlanjutan lingkungan.